Sewindu berdiri, ISPO telah terbitkan 502 sertifikat untuk perkebunan sawit

JAKARTA. Memasuki usia yang kedelapan (sewindu) Komite Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sudah menerbitkan 502 sertifikat. Penerbitan sertifikat ini juga akan terus bertambah. Hal ini menjadi kalau ISPO telah turut menjaga kelestarian lingkungan.

Ketua Sekretariat Komisi ISPO R Azis Hidayat dalam acara 3rd International Conference and Expo on Indonesia Sustainable Palm Oil (ICE-ISPO) di Jakarta, (27/3) mengatakan,  dari 502 sertifikat  yang telah terbit tersebut, sebanyak 493 untuk perusahaan,5 untuk koperasi swadaya, dan 4 untuk KUD plasma dengan luas total areal areal 4.115.434 hektare (ha).

Adapun tanaman menghasilkan seluas 2.765.569 ha dengan total produksi tandan buah segar (TBS) 52.209.749 ton per tahun th dan CPO 11.567.779 ton per tahun  dan produktivitas 18,81 ton per ha dan kadar rendemen rata-rata 22,23%.

Lebih lanjut ia mengatakan, dari 502 sertifikasi tersebut terdiri dari 459 perusahaan swasta 459 sertifikat, dengan luas areal 3.905.138 ha atau 50,66% dari luas total 7,707 juta ha, PT Perkebunan Nusantara 34 sertifikat, dengan luas areal 204.590 ha atau 28,80% dari luas total 710.000 ha.

“Dan koperasi pekebun plasma-swadaya 9 sertifikat seluas 5.796 ha atau 0,11% dari luas total 5,613 juta ha,”ujar Azis.

Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Irmijati Rachmi Nurbahar,  mengakui bahwa dengan sertifikat ISPO ini menjadi pembuktian bahwa pola perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menerapkan prinsip dan kriteria sustainability (keberlanjutan).

“Sehingga kelapa sawit bukan hanya strategis dan prospektif dan bagian solusi untuk mengatasi kemiskinan. Tapi juga sebagai pembuktian Indonesia membangun kelapa sawit kelapa sawit berdasarkan prinsip berkelanjutan, dan sertifikat ISPO-lah sebagai buktinya”ujarnya.

Ketua pelaksana ICE-ISPO Gamal Nasir berharap setiap instansi pemerintah bisa satu visi untuk memajukan ISPO untuk kemajuan kelapa sawit Indonesia. “Jangan ada lagi pihak yang menjelek-jelekan ISPO, sebab ISPO adalah jati diri kelapa sawit Indonesia,” ujar Gamal.

Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih membenarkan bahwa Indonesia sudah sadar pentingnya sustainable dan  indikatornya sertifikat ISPO dan dibuktikan setiap tahunnya yang terus meningkat.

Memang, ia mengatakan,  saat itu belum ada ISPO adanya Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO). Kemudian lahirlah ISPO yang lebih nasional dan merujuk UU di dalam negeri.

Alhasil saat ini perusahaan ataupun perkebunan rakyat telah mampu melakukan sertifikasi ISPO sebagai pembuktian bahwa perkebunan yang dikelola telah menerapkan sustainability.

“Sehingga sebenarnya ini kita sudah bisa memproduksi CPO yang bersertifikat sustainable melebihi keinginan dari kebutuhan Eropa yang menginginkan CPO yang sustainable. Jadi intinya bukan masalah bukan masalah sustainability,tapi masalah persaingan,” keluh Bungaran.

Meski begitu, Bungaran mengingatkan yang terpenting Indonesia sudah bisa melakukan apa yang dibutuhkan atau dinginkan mereka dalam hal ini Eropa.

“Kita tidak pernah mempermasalahkan RSPO ataupun ISPO karena keduanya mengutamakan prinsip sustanabilty. Saya berharap sertifikat ISPO bisa lebih maju dari RSPO, sebab yang dibawa ke Internasional adalah ISPO,” pungkas Bungaran.

Sumber : https://industri.kontan.co.id/news/sewindu-berdiri-ispo-telah-terbitkan-502-sertifikat-untuk-perkebunan-sawit