Holding Perkebunan Perkuat Green Energy Dukung Dekarbonisasi
Pekanbaru – Holding perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara III (Persero) melalui anak perusahaannya PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), memaksimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan atau green energy sebagai bagian mendukung program pemerintah dalam menekan emisi karbon menuju net zero emissions (NZE).
Program reduksi emisi untuk mengurangi potensi gas rumah kaca tersebut dilaksanakan dalam satu siklus budidaya perkebunan mulai dari pengambilan raw material, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.
“Sejalan dengan grand strategy perusahaan untuk menghasilkan produk ‘sustainable plus palm oil’ yang mulai diimplementasikan sejak 2019, upaya dekarbonisasi menjadi salah satu program yang mengalami percepatan,” kata Chief Executive Officer PTPN V Jatmiko K Santosa, dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/10/2021).
PTPN V kini menjadi perusahaan perkebunan milik negara yang terbesar dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) melalui pengelolaan pengelolaan limbah cair atau palm oil mill effluent atau POME. Hingga kini, tercatat enam dari 12 pabrik kelapa sawit (PKS) PTPN V telah memiliki pembangkit biogas.
“Ini adalah salah satu bentuk komitmen kita untuk terus mendukung program pemerintah menuju net zero emissions,” ujar Jatmiko.
Komitmen PTPN V untuk program green energy dan dekarbosinasi juga mendapat dukungan penuh dari pemegang saham. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), M Abdul Ghani mengapresiasi program yang dijalankan anak perusahaannya tersebut. Ghani juga sempat meninjau langsung project biogas cofiring PKS Sei Pagar dan PLTBg PKS Terantam, di Kabupaten Kampar, awal Oktober lalu.
“Sebagai bentuk komitmen dari PTPN Group dalam pengembangan EBT (energi baru terbarukan) serta mendukung pencapaian target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025, kami wujudkan melalui pengembangan PLTBg dan program biogas co-firing di unit PKS PTPN Group termasuk di PTPN V,” paparnya.
Ghani menambahkan bahwa pengembangan PLTBg memberikan manfaat besar bagi perusahaan. Mulai dari pengurangan emisi gas methane dan karbon, pengurangan konsumsi listrik berbasis fosil serta memaksimalkan pendapatan perusahaan.
PTPN V yang memproduksi Crude Palm Oil, Palm Kernel Oil dan Palm Kernel Meal itu mulai membangun pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) pertama di unit kebun PKS Tandun, Rokan Hulu, Provinsi Riau. Pembangkit pertama di PTPN Grup tersebut mengkonversi limbah cair sawit atau palm oil mill effluent (POME) menjadi listrik berkapasitas 1,6 MW. Selain menghemat biaya penggunaan bahan bakar fosil hingga Rp5,8 miliar pertahun, PLTBg tersebut juga turut menekan angka ambang batas rumah kaca mencapai 358,18 CO2eq atau jauh di bawah standar angka yang biasanya dimintakan oleh pembeli minyak sawit di 1.000 CO2eq.
Selanjutnya pembangkit kedua ada di PKS Terantam berkapasitas 0.7 MW hasil kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang saat ini berada dibawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Jatmiko kembali menjelaskan bahwa PLTBg Terantam mampu menekan biaya produksi hingga Rp2,4 miliar pertahun. Selain itu, PLTBg Terantam juga berkontribusi menekan angka gas rumah kaca sebesar 352,45 CO2Eq.
“Pada fasilitas PLTBG Terantam ini pula, telah dibangun pilot project Bio-methane Compressed Natural Gas/Bio-CNG yang mampu memurnikan methane sehingga hasilnya cocok untuk kendaraan ataupun gas rumah tangga,” tutur Jatmiko.
Setelah PKS Tandun dan Terantam, pada tahun ini, PTPN V juga akan segera mengoperasikan empat pembangkit biogas co-firing yang ada di PKS Sei Pagar Kabupaten Kampar, PKS Lubuk Dalam Kabupaten Siak, PKS Tapung Kabupaten Kampar dan PKS Sei Rokan di Kabupaten Rokan Hulu. Berbeda dengan PLTBg di Tandun dan Terantam, Biogas Cofiring menjadi energi pengganti cangkang pada boiler Pabrik.
Jatmiko memaparkan bahwa jika berbicara dekarbonisasi dan angka ambang batas gas rumah kaca, maka terdapat 8 PKS PTPN V yang telah bersertifikat International Sustainability & Carbon Certification yang telah diukur dan terdokumentasi memiliki ambang batas gas rumah kaca jauh di bawah kadar normal. Selain Tandun dan Terantam, 6 PKS yang ada di Sei Rokan Kabupaten Rokan Hulu, Tanjung Medan di Kabupaten Rokan Hilir, PKS Tapung di Kabupaten Kampar, PKS Sei Intan di Kabupaten Rokan Hulu, dan Lubuk Dalam Kabupaten Siak memiliki ambang batas di bawah standar yang ditetapkan.
“Alhamdulillah seluruhnya dibawah ambang batas 1.000 CO2Eq, yang biasanya menjadi ambang bagi pelanggan-pelanggan yang sangat concern terhadap perubahan iklim dan dekarbonisasi,” terangnya.
Ditambahkan Jatmiko, disamping sertifikasi ISCC, PTPN V juga telah menerapkan Indonesian Sustainble Palm Oil/ISPO dan Roundtable Sustainable Palm Oil/RSPO. “Seluruh pabrik kita sudah 100 persen memperoleh Indonesian Sustainable Palm Oil. Untuk RSPO, 70 persen. Insyaa Allah tahun depan RSPO dan ISCC 100 persen,” ujarnya.
Namun begitu, bagi Jatmiko sertifikasi hanyalah wujud pengakuan atas semangat dekarbosinasi yang diterapkan di lingkungan perusahaan. “Sertifikasi artinya kita diakui. Dan pengakuan itu muncul tidak hanya atas Biogas yang dibangun. Lebih luas lagi, mulai dari budidaya, peremajaan perkebunan, produksi, dan manajemen limbah, menjadi satu siklus kita untuk dapat menjalankan perkebunan yang lestari,” tegasnya.
Ia mencontohkan, sejak pembersihan lahan hingga penanaman, PTPN V mengutamakan Zero Burning. Alhasil, perusahaan plat merah itu menjadi perusahaan perkebunan yang berhasil mempertahankan arealnya bebas dari Karhutla sejak berdiri pada 1996 silam. Kemudian pada proses produksi, perusahaan juga mengusung upaya-upaya pengurangan penggunaan pupuk anorganik berkat program precision farming.
“Perusahaan mereduksi penggunaan bahan kimia, menjaga keanekaragaman hayati, melakukan pemantauan sumber emisi, membangun pilot microalgae di kolam-kolam limbah, menerapkan fleet management untuk angkutan CPO serta konsisten memonitor dan mencegah potensi dan bahaya Karhutla,” urainya.
Kedepannya perusahaan mentargetkan untuk dapat mengoptimalisasi pemanfaatan jaringan PLN bagi perumahan karyawan di kawasan terpencil yang selama ini banyak menggunakan genset berbahan bakar fosil. Kemudian, melaksanakan moratorium perluasan areal di lahan gambut serta manajemen air tata kelola lahan gambut, serta memanfaatkan Bio CNG truk TBS serta mensubstitusi pupuk anorganik melalui pupuk organik, dan juga bersiap melaksanakan pengukuran life cycle assesment (LCA) melalui pendekatan ISO guna mengukur dampak lingkungan yang diakibatkan oleh produk atau aktivitas.
“Next di 2022, Kita akan sertifikasi ISO 14000, ISO 14040 yang fokus mengukur LCA kita. Dekarbonisasi bukan sekedar wujud pemenuhan kebutuhan pelanggan, tapi merupakan kebutuhan perusahaan agar terus tumbuh berkelanjutan, menjadi perkebunan negara yang berwawasan lingkungan dan terdepan,” paparnya.
Follow Us!