Sampai Mei 2019 Ini Minyak Sawit Bebas Pungutan Ekspor, Begini Alasannya
JAKARTA – Pemerintah tidak memberlakukan pungutan ekspor pada produk komoditas kelapa sawit sepanjang Maret hingga Mei 2019.
Meskipun demikian, sejumlah Pelaku usaha berharap pemerintah tetap menetapkan harga referensi penetapan pungutan ekspor mengikuti pergerakan harga pasar Internasional.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua PMK Nomor 81 Tahun 2018.
Hal itu tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Pertanian.
Aturan ini juga mengubah PMK Nomor 152 Tahun 2018 sebagai perubahan pertama pada PMK Nomor 81 Tahun 2018.
Terkait PMK Nomor 23/2019 ini, Ketua Dewan Masyarakat Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (14/3/2019),
Dia berpendapat, struktur PE telah memberikan insentif bagi industri hilir kelapa sawit.
Hal itu tampak dari nilai PE CPO yang lebih tinggi dibanding produk olahan.
Meskipun demikian, Derom mengimbau pemerintah agar menetapkan harga referensi CPO sesuai dengan keadaan pasar.
“Kecenderungan saat ini ialah, harga referensi lebih tinggi dibandingkan harga pasar internasional,” ujarnya.
Dalam PMK Nomor 23/2019, tarif pungutan ekspor (PE) seluruh produk komoditas kelapa sawit, mulai dari minyak kelapa sawit mentah atau CPO hingga turunannya tidak dikenakan PE sama sekali sepanjang 1 Maret 2019 hingga 31 Mei 2019.
Pada 1 Juni 2019, ekspor CPO dan turunannya baru akan dikenakan PE jika harga referensi CPO di atas 570 dollar Amerika Serikat (AS) per ton.
Contoh bahan baku yang terdiri dari solar murni, biosolar (campuran solar dan biodiesel), dan fame hasil pengolahan dari minyak kelapa sawit (CPO).
Pertamina tengah serius mengembangkan BBM berbahan baku CPO untuk mengurangi impor minyak.
Untuk ekspor CPO mulai 1 Juni 2019, jika harga referensi di atas 570 dollar AS-619 dollar AS per ton, PE ditetapkan sebesar 25 dollar AS per ton.
Apabila harga referensi di atas 619 dollar AS per ton, nilai PE menjadi 50 dollar AS per ton.
Untuk produk minyak kelapa sawit olahan (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil/RBD PO) dan turunannya, apabila harga referensi CPO di atas 570 dollar AS – 619 dollar AS per ton, nilai PE sebesar 10 dollar AS per ton.
Kalau di atas 619 dollar AS per ton, nilai PE ialah 15 dollar AS per ton. Aturan ini juga berlaku mulai 1 Juni 2019.
Harga referensi CPO yang dimaksud ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang dikeluarkan setiap bulan.
Berdasarkan Permendag Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar, harga referensi CPO pada Maret 2019 sebesar 595,98 dollar AS.
Gejolak harga
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan, PMK Nomor 23/2019 belum memberikan jaminan
bagi pelaku usaha dalam menghadapi gejolak harga di tingkat petani kelapa sawit.
Aturan ini sebaiknya tidak memberatkan petani.
Meskipun demikian, Kanya menilai, aturan ini masih bersahabat bagi pelaku usaha.
“Aturan ini memberikan jangka waktu hingga 31 Mei 2019. Harapannya, ada kesempatan untuk mengkaji ulang (review) aturan ini,” ujarnya.
PMK Nomor 23/2019 merupakan salah satu keputusan dalam Rapat Koordinasi Kebijakan Kelapa Sawit Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akhir Februari lalu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution berpendapat, eksportir minyak kelapa sawit dan produk turunannya membutuhkan kepastian dalam berusaha.
Dampaknya, pemberlakukan batas minimal harga referensi yang menjadi landasan besaran pungutan ekspor harus memiliki jangka waktu tertentu.
Follow Us!