SOFT-STRUCTURE SEBAGAI BEKALI IMPLEMENTASI GCG Selasa, 26 Juni 07 - oleh : MOHAMAD FAJRI MP
Perkembangan implementasi good corporate governance (GCG) saat ini kembali booming. Pasca penunjukan Sofyan Djalil sebagai Menteri Negara BUMN, publik kembali diingatkan akan pentingnya implementasi GCG. Kesadaran akan implementasi GCG secara konsisten di berbagai perusahaan sejalan dengan kesadaran regulator memainkan peran dalam implementasi GCG. Secara makro, upaya regulator tersebut merupakan serangkaian langkah yang panjang dan serius untuk memperbaiki iklim etis dalam dunia bisnis di Indonesia dan sekaligus meningkatkan kepercayaan dan memperbaiki citra buruk Indonesia.
Dalam mengimplementasikan GCG tidak cukup dilakukan hanya dengan melaksanakan assessment/scoring saja. GCG mensyaratkan adanya pembangunan kebijakan perusahaan yang selaras. Kebijakan inilah yang disebut dengan soft-structure GCG.
Formulasi soft-structure ini merupakan langkah lanjutan setelah ditemukannya identifikasi kesenjangan praktik sehari-hari dengan best practice GCG. Soft-structure GCG adalah pedoman atau aturan tertulis yang memuat kebijakan tertentu, praktik dan pengaturan lain yang mengatur perusahaan agar tetap sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, prinsip-prinsip korporasi yang sehat dan etika bisnis yang berlaku umum. Soft-structure GCG diharapkan akan mengarahkan perusahaan dalam mengatur diri mereka sendiri atas dasar kepentingan bersama pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Hakikat Soft-structure GCG
Mengapa soft-structure GCG menjadi penting?Apakah tanpa soft-structure, implementasi GCG tidak berjalan? Jawabnya adalah ya. Terdapat korelasi yang sangat erat antara implementasi GCG dengan sof-structure. Soft-structure akan menjadi kebijakan dan “living document” bagi segenap jajaran perusahaan. Dokumen ini nantinya akan menjadi panduan pelaksana dan panduan teknis perusahaan. Lantas, dokumen apa saja yang diperlukan dalam implementasi GCG ini?
Pertama-tama, perusahaan membutuhkan GCG Code. GCG Code merupakan aturan dasar yang berisi prinsip-prinsip GCG yang menjadi acuan pokok bagi peraturan-peraturan di bawahnya. Keberadaan GCG Code akan menjadi payung dan menjadi buku pegangan yang harus ditaati oleh jajaran Perusahaan mulai dari level top management sampai kepada level pelaksana.
Kedua, perusahaan perlu memiliki Board Manual. Board Manual merupakan aturan yang menjadi pedoman bagi Dewan Komisaris dan Direksi dalam melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab, hak dan kewajiban baik selaku dewan maupun individu. Timbul pertanyaan, bukankah anggaran dasar telah mengatur mengenai hal ini? Benar sekali, namun anggaran dasar tidak mengatur selengkap board manual. Board Manual menjadi lebih lengkap karena ia merupakan kompilasi dari praktik-praktik GCG yang bersumber dari regulasi, anggaran dasar dan best practice yang telah disepakati bersama. Berbeda dari GCG Code, pengguna Board Manual lebih terbatas. Board Manual digunakan hanya oleh Direksi dan Dewan Komisaris saja.
Dokumen ketiga yang harus dimiliki adalah Code of Conduct (CoC). Jika Board Manual merupakan panduan bagi Direksi dan Komisaris, maka Code of Conduct merupakan dokumen bagi karyawan. CoC akan menjadi panduan dalam bersikap dan bertingkah laku yang disesuaikan dengan nilai-nilai etika perusahaan. CoC juga menjadi komitmen tertulis tentang implementasi GCG.
Selain ketiga dokumen diatas, perusahaan perlu juga memiliki dokumen yang menjadi acuan bagi Organ Pendukung Perusahaan dalam melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab serta hak dan kewajiban yang disebut dengan Charter/Piagam. Charters memiliki karakteristik dimana ia bersifat fleksibel sehingga dapat disusun sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan perkembangan perusahaan. Contoh charter adalah Charter Komite Audit, Charter Komite GCG, Charter Internal Audit dsb. Soft-structure terakhir yang perlu dimiliki adalah berupa Standard Operating Procedure (SOP) yang menjadi peraturan teknis dari soft-structure yang telah disebutkan sebelumnya. SOP yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh bertentangan dengan soft-structure GCG yang telah ada.
Langkah Pengembangan Soft-structure
Untuk mengembangkan soft-structure GCG, perusahaan dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Pada tingkat yang paling tinggi, perusahaan dapat mengadopsi seluruh best practice ke dalam soft-structurenya. Sementara standar minimal adalah dengan mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bagi perusahaan yang telah berskala internasional sebaiknya sebanyak mungkin memasukkan best practice ke dalam kebijakannya tidak sekedar compliance.
Tantangan penting bagi perusahaan dalam implementasi GCG adalah kesiapan internal perusahaan. GCG tidak menghendaki pengelolaan perusahaan semakin mundur dengan implementasinya. Dengan implementasi GCG maka diharapkan justru menambah nilai perusahaan yang dampaknya tidak saja dirasakan oleh para pihak dalam perusahaan tersebut, namun juga pada perekonomian negara.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk soft-structure adalah dengan mengembangkan sendiri atau meminta bantuan pihak luar dengan kompetensi yang memadai. Jika perusahaan telah memiliki kapabilitas dan kompetensi yang memadai, maka sebaiknya perusahaan mengembangkan sendiri. Banyak sumber dan literatur yang dapat digunakan. Namun jika memang belum memungkinkan, maka perusahaan dapat meminta bantuan pihak luar yang telah berpengalaman menangani implementasi GCG, baik secara kelembagaan maupun personal. Pemilihan pihak luar perlu dilakukan secara berhati-hati dengan mengedepankan profesionalisme dan kompetensi memadai.
Pada akhirnya, diharapkan dengan implementasi GCG secara konsisten, dampaknya akan dapat dirasakan oleh perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang yang diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Semoga saja.
*Penulis adalah Senior Associate pada SDP Consulting
PT Perkebunan Nusantara V - 2006
Powered by /a href=http://www.auracms.tk>auraCMS v1.62
Artikel adalah properti kontributor, kami tidak bertanggung jawab atas artikel yang tampil di situs ini.