MEMPERBAIKI CITRA PERUSAHAAN DENGAN GCG Selasa, 26 Juni 07 - oleh : ZAINUL ARIFIN
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia termasuk Indonesia disebabkan oleh pertama, akibat mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan yang tidak berfungsi secara efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham. Kedua, akibat pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Berdasarkan survei yang dilakukan Mc Kinsey & Co. terhadap 250 investor global dari tiga benua: AS, Eropa, dan Asia, pada pertengahan tahun 2000, diketahui bahwa penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia berada pada peringkat terendah. Peringkat penerapan GCG di Indonesia adalah 1,1 jauh lebih buruk dibanding Jepang, Taiwan, Korea, Thailand dan Malaysia .
Prinsip GCG diterapkan pemerintah sejak penandatanganan letter of Intent (LOI) dengan International Monetary Fund (IMF), di mana salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pemerintah Indonesia dan IMF telah memperkenalkan good corporate governance sebagai konsep tata kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (shareholder) dan kreditur atas investasi yang ditanam di perusahaan. Secara resmi komite nasional mengenai corporate governance di Indonesia dibentuk melalui Keputusan Menteri Koordinator Ekuin pada tanggal 19 Agustus 2000. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat internasional. Namun demikian walau menyadari pentingnya GCG, kenyataanya banyak perusahaan yang masih menerapkan prinsip GCG hanya karena dorongan regulasi dan guna menghindari sanksi yang ada dibandingkan yang benar-benar menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan . 2
Berbagai masalah yang menerpa dunia perbankan belakangan ini, menjadikan catatan bahwa dunia perbankan nasional belum terlepas dari kealpaan di dalam menjalankan praktik GCG. Fakta dan bukti terhadap sejumlah kasus telah tergores dalam lembaran hitam yang mencoreng citra lembaga-lembaga intermediasi nasional. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi atau minimal dapat dieliminasi jika saja perbankan nasional dapat menjalankan praktik-praktik GCG secara konsisten.
GCG dianggap penting bagi perbankan, karena GCG diharapkan dapat memperbaiki citra perbankan yang sempat terpuruk. Dengan GCG dimungkinkan terbentuknya system check and balances yang efektif, mengurangi terjadinya kesalahan pengelolaan kekayaan oleh sebuah institusi, seperti yang telah terjadi di perbankan nasional.
Tidak berlebihan jika berkembang pendapat bahwa tidak ada pilihan lain kecuali perbankan nasional harus melihat GCG bukan sebagai aksesori belaka, tetapi menjadi suatu sistem nilai dan praktik terbaik yang sangat fundamental. Langkah Bank Indonesia untuk mewujudkan GCG melalui implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dimana pada salah satu dari ke enam sasaran menyebutkan “menciptakan GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional”,3 merupakan langkah awal yang patut untuk didukung semua pihak. Baru-baru ini Bank Indonesia juga telah menetapkan GCG sebagai bagian kriteria bank yang dapat masuk ke dalam “anchor bank” (bank jangkar).
Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah menyebutkan, tidak semua bank dapat menjadi bank jangkar. Bank yang dapat menjadi bank jangkar adalah bank yang selama tiga tahun terakhir memenuhi empat kriteria. Pertama memiliki modal inti lebih dari Rp. 100 miliar, kedua, memiliki tingkat kesehatan secara keseluruhan tergolong sehat (sekurang-kurangnya peringkat II) dengan faktor manajemen tergolong baik. Ketiga, memiliki rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (CAR) sebesar 10%. Kriteria keempat, memiliki tata kelola (governance) dengan rating baik. Walaupun Bank Indonesia sudah mengambil langkah dalam mensosialisasikan GCG, namun sebenarnya peran ini bisa lebih dioptimalkan dengan cara mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan seluruh perbankan nasional untuk menerapkan GCG. Langkah ini penting mengingat peraturan yang dikeluarkan BI untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG hanya tersirat dan tidak sistematis dikarenakan tersebar pada peraturan lain, seperti mengenai manajemen risiko, kepatuhan, pengaturan fungsi audit dan sebagainya. Belum ada aturan tersurat yang dengan tegas mewajibkan perbankan nasional untuk menerapkan GCG. 4
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur bagaimana korporasi diarahkan dan dikendalikan untuk meningkatkan kemakmuran bisnis secara accountable untuk mewujutkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya. Difinisi secara struktur adalah memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggung jawab antara pihak-pihak yang berkepentingan atas korporasi, mencakup proses kontrol internal dan eksternal yang efektif serta menciptakan keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan eksternal (antar stakeholder).5 Penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al. 1996). Chtourou et al (2001) juga mencatat prinsip GCG yang diterapkan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Agar sistematis dan kontinu, pelaksanaan GCG oleh bank dapat dilakukan melalui lima tindakan, yakni :
1. Visi, misi dan corporate values yang sesuai dengan prinsip GCG, ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Lewat infrastruktur tersebut stakeholders bisa menilai jati diri bank yang bersangkutan.
1. Bank Indonesia, 2004, Buklet Perbankan Indonesia, Maret , hal 18
2. Arafat, Wilson, 2004, “Peran BI mewujutkan GCG Perbankan”, www.kompas.com, Februari
3. OECD, 1998
2. Pembentukan corporate governance structure. Ini dapat ditempuh melalui empat tahap.
a. Merumuskan kebijakan corporate governance, yaitu dengan memuat visi dan misi bank, tekad melaksanakan GCG serta pedoman pokok penerapan GCG. Prinsip GCG yang dianggap positif bagi pengelolaan sebuah perbankan dapat merujuk SK Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2003, yaitu terdiri dari transparency, accountability, responsibility, independence, dan fairness. 6
1. Prinsip transparency, bank wajib menyampaikan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat dibandingkan. Informasi tersebut harus mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Prinsip accountabilities, bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari setiap komponen organisasi selaras dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap komponen organisasi mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Bank harus memastikan ada tidaknya check and balance dalam pengelolaan bank. Harus ada ukuran kinerja dari semua jajarannya berdasarkan ukuran yang disepakati secara konsisten sesuai dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha, dan strategi bank, serta memiliki reward and punishment system.
3. Prinsip responsibility, bank harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip ini harus dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku agar tetap terjaga kelangsungan usahanya. Bank harus mampu bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik)
4. Prinsip independence, bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh shareholders. Pengelola bank tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak dan harus bisa menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest).
5. Prinsip fairness, bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh shareholder berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal tretment). namun juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri serta memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan
b. Merumuskan code of conduct yang memuat pedoman perilaku yang wajar bagi pimpinan dan karyawan bank. Di dalam code of conduct diatur apa yang boleh dilakukan (the “do”) dan apa yang tidak boleh dilakukan (the “don’t”). Dengan begitu kalangan perbankan nasional mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang professional, berkualitas, dan berakhlak tinggi.
c. Merumuskan tata tertib kerja dewan komisaris dan direksi yang memuat hak dan kewajiban serta akuntabilitas dewan komisaris dan direksi serta masing-masing para anggotanya. Organisasi yang ada harus mencerminkan adanya risk management, internal control, dan compliance.
d. Merumuskan kebijakan risk management, audit and compliance. Selain itu diperlukan adanya human resource policy yang jelas serta corporate plan yang menggambarkan arah jangka panjang yang jelas. Perlu ada kuantifikasi prinsip-prinsip GCG dengan manajemen risiko agar pihak yang memeriksa maupun diperiksa mempunyai persepsi dan kesamaan bahasa.
3. Pembangunan corporate culture yang sesuai dengan prinsip GCG. Corporate culture dibentuk melalui penetapan prinsip dasar (guiding principles), nilai-nilai (values), dan norma-norma (norm) yang disepakati serta dilaksanakan secara konsisten dengan contoh konkret dari pimpinan bank. Serangkaian diskusi yang intensif dan panjang serta program-program komunikasi sosial diperlukan untuk pembentukan budaya perusahaan
4. Penetapan sasaran public disclosure yang sesuai dengan prinsip GCG, karena GCG adalah cerminan tanggung jawab bank kepada stakeholdernya. Masyarakat perlu menerima informasi-informasi yang seharusnya mereka peroleh sebagai bekal pengambilan keputusan untuk percaya atau tidak percaya kepada bank.
5. Penyempurnaan kebijakan kebijakan bank agar dapat memenuhi prinsip GCG
Dengan melaksanakan konsep GCG, diharapkan tercipta citra lembaga yang dapat dipercaya. Artinya ada keyakinan bahwa bisnis perbankan dikelola dengan baik sehingga dapat tumbuh secara sehat, kuat dan efisien. Belajar dari krisis perbankan masa lalu, hal terpenting dan harus dilakukan adalah mencegah krisis serupa tidak terulang dan langkah untuk menghindarinya adalah menjaga dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi perbankan nasional dengan menjalankan praktik-praktik GCG dengan keteguhan hati.
*Penulis adalah Senior Associate pada SDP Consulting
PT Perkebunan Nusantara V - 2006
Powered by /a href=http://www.auracms.tk>auraCMS v1.62
Artikel adalah properti kontributor, kami tidak bertanggung jawab atas artikel yang tampil di situs ini.