IMPLEMENTASI GCG DALAM FIT & PROPER TEST DIREKSI BUMN Senin, 18 Desember 06 - oleh : MOHAMAD FAJRI M.P
Belajar dari kasus penunjukan Komisaris PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) sebagai caretaker Direksi dan ketidaksiapan Kementerian BUMN untuk menempatkan direksi yang baru memunculkan sejumlah pertanyaan mendalam. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa praktik ini tidak lazim dan menimbulkan preseden buruk karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Hal ini masih menimbulkan perdebatan, karena sesungguhnya mekanisme penunjukan Komisaris sebagai caretaker telah diatur dalam Anggaran Dasar PTBA dan Board Manual yang merupakan Panduan Tata Kerja Direksi dan Komisaris sesuai GCG.
Namun, yang lebih menarik untuk diamati adalah proses fit & proper test Direksi BUMN. Ketidaksiapan Kementerian BUMN dengan Direksi baru memunculkan praduga kuatnya tarik menarik kepentingan yang terjadi. Hal ini sangat wajar mengingat PTBA adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis dengan tingkat pertumbuhan yang menarik.
Strategisnya keberadaan BUMN menjadikan BUMN haruslah dipimpin oleh orang yang tepat dan tidak salah pilih. Implementasi GCG menghendaki agar Direksi BUMN haruslah orang yang amanah, dapat menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi anak buahnya.
Oleh karena itulah, untuk meningkatkan efisiensi, daya saing dan pengembangan BUMN maka diperlukan suatu pendekatan manajemen SDM yang cepat, tepat, efisien dan sesuai kebutuhan. Pendekatan ini diperlukan untuk menghindari permasalahan klasik dari manajemen SDM yang mahal, berbelit-belit dan tidak efisien. Salah satu permasalahan yang hangat dibicarakan adalah mekanisme fit & proper test Direksi BUMN berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Kep-09A/MBU/2005. Surat Keputusan Menteri BUMN mengatur tentang penilaian kelayakan dan kepatutan terhadap para calon anggota Direksi BUMN.
Selain itu, perlu diperhatikan juga Instruksi Presiden (Inpres) No 8/2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN, dimana para kandidat Direksi akan dikonsultasikan dengan Tim Penilai Akhir (TPA), layaknya proses pergantian pejabat tingkat eselon satu di lembaga pemerintahan. Dengan adanya fit & proper test diharapkan tercipta sistem yang menjamin bahwa BUMN dikelola oleh orang-orang yang tepat, secara profesi maupun moral. Meski belum menjamin sepenuhnya tidak akan menimbulkan penyelewengan, namun setidaknya BUMN sudah ada semacam pengamannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam dalam proses penilaian fit & proper test adalah: (1) input berupa calon direksi; (2) sistem/proses penilaian (assessment) yang baik; (3) output (hasil assessment) berupa Direksi yang memiliki profesionalisme, integritas, dedikasi dan kompetensi yang tinggi serta dalam mengelola BUMN. Tentunya untuk melakukan penilaian kelayakan dan kepatutan terhadap para calon anggota Direksi bukanlah merupakan suatu hal yang mudah.
Pelaksanaan Fit & Proper Test
Untuk menjadi Direksi BUMN, banyak kriteria yang harus dipenuhi yakni sebagai berikut: (1) integritas; (2) tidak memiliki benturan kepentingan; (3) tidak pernah divonis atas kecurangan dan terlibat dalam perbuatan melawan hukum; (4) tidak dinyatakan pailit; (5) tidak pernah dihukum atas perbuatan pidana berat; (6) profesionalisme/keahlian teknis; (7) memenuhi kemampuan teknis pada jabatan/posisi terkait; (8) kriteria umum utama; (9) keahlian kepemimpinan; (10) kritis, independen dan mempunyai keingintahuan yang tinggi; (11) kemampuan berpikir dan perencanaan secara strategis; (12) secara keuangan cukup mapan; (13) pengalaman manajemen; (14) pengalaman dalam bidang industri yang bersangkutan; (15) berprestasi/pernah menerima penghargaan; (16) pengalaman dalam bidang pemerintahan dan/atau peraturan perundang-undangan; (17) kerjasama tim; (18) citra yang baik dalam lingkungan bisnis; (19) kesuksesan dalam bidang yang sama; (20) pengetahuan di bidang operasional BUMN; (21) berpengalaman dalam manajemen perubahan; (22) kemampuan atau keahlian khusus lainnya; dan (23) sehat lahir dan batin.
Penulis mengamati bahwa dari 23 kriteria yang dipaparkan di atas telah mencampur-adukkan antara prasyarat utama, kompentensi dasar (threshold competency), dengan kompetensi pembeda (gauge competency) yang mesti dimiliki oleh calon direksi BUMN.
Missing Link
Rasionalisasi adanya pemecahan kriteria-kriteria tersebut terdapat dalam analogi/perumpamaan menempatkan batu, kerikil dan pasir ke dalam suatu bejana. Tentunya agar semua elemen tersebut masuk kedalam bejana, diperlukan teknik tertentu: di mana pada dasar bejana ditempatkan batu (prasyarat utama); kerikil (kompetensi dasar); dan kemudian pasir (kompetensi pembeda) sehingga proses seleksi melalui assessment menjadi semakin mudah, sangkil dan mangkus, karena telah ada screening secara bertahap dan sistematis.
Kelemahan lain yang perlu mendapat perhatian adalah penilaian calon direksi mula-mula dilakukan secara individual/perorangan, akan tetapi jika dikembalikan kepada AD/ART sebagai landasan atau azas berdirinya suatu Perseroan tersebut adalah bahwa direksi adalah suatu majelis yang kolektif dalam menjalankan fungsi pengelolaan dan kepengurusan Perseroan melalui pengambilan keputusan dan jika keputusan tersebut berakibat pada kerugian Perseroan maka majelis ini terpapar risiko tanggung jawab renteng.
Terdapat suatu missing link dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Kep-09A/MBU/2005 yang secara mendasar belum dilakukan pada tahapan penilaian kelayakan dan kepatutan terhadap para calon anggota Direksi. Artinya ada suatu kompetensi lain di dalam proses assessment tersebut dimana para calon direksi yang telah terpilih harus dapat bekerjasama selaku suatu majelis atau sebagai Dewan Direksi (collective) tanpa menghilangkan kekhasan (kompetensi pembeda) yang mereka miliki. Syarat penting lainnya, adalah komitmen dalam mengimplementasikan GCG. GCG suatu perusahaan akan menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kinerja Perusahaan secara maksimal.
Kemampuan bekerjasama dalam tim akan menciptakan dinamika Direksi, dimana dinamika ini akan terlihat sampai sejauh manakah anggota Dewan Direksi memberikan dissenting opinion, bekerja sama serta menempatkan dirinya dalam menghasilkan suatu keputusan yang nantinya akan tercermin di dalam Risalah Rapat Direksi dan Rapat Gabungan secara dini seharusnya sudah dapat di exercise/diuji. Sehingga keluaran dari dalam suatu assessment center ini tidak hanya bertujuan memilih satu individu, tetapi �the dream team� suatu Perusahaan.
Kesimpulan
Masih banyak perbaikan yang diperlukan pelaksanaan fit & proper test Direksi BUMN, dimana secara jelas dan tegas tidak dijelaskan makna penilaian dan kepatutan yang mendalam dan dijiwai oleh assessment center.
Besar harapan bahwa direksi yang terpilih dan disahkan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan �the dream team� yang merupakan �pengarah perubahan� yang memiliki profesionalisme, integritas, dedikasi dan kompetensi yang tinggi dalam mengelola BUMN yang memberikan angin segar bagi peningkatan efisiensi, daya saing dan pengembangan BUMN Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, pada gilirannya akan terjamin adanya the right man, right place, and right time. Semoga saja.
* Penulis adalah Senior Associate pada SDP Consulting. Penulis dapat dihubungi pada email [email protected]
PT Perkebunan Nusantara V - 2006
Powered by /a href=http://www.auracms.tk>auraCMS v1.62
Artikel adalah properti kontributor, kami tidak bertanggung jawab atas artikel yang tampil di situs ini.