Selasa, 01 April 2014 - 18:01:19 WIB
Pengusaha Cium Kepentingan Besar dalam Kampanye Hitam Sawit
Diposting oleh : Humas PTPN V
Kategori: Sosial Politik & Hukum - Dibaca: 8332 kali

Kuta - Serangan kampanye hitam terhadap sawit Indonesia gencar dilakukan oleh Uni Eropa, di antaranya terkait tuduhan tidak ramah lingkungan. Gabungan Pengusaha Kelapa sawitIndonesia (Gapki) mengeluhkan sikap pemerintah yang justru larut dalam kampanye hitam tersebut.

“Pemerintah harusnya sadar ini bukan isu lingkungan. Ada kepentingan besar dari negara-negara produsen minyak nabati yang kalah kompetitif,” kata Sekjen Gapki Joko Supriyono saat ditemui di sela workshop jurnalis ‘Perkebunan Sawit: Mengelola Bisnis dan Dampak Lingkungan’, di Hotel Mercure, Kuta, Jumat (28/3).

Ancaman terhadap kelestarian lingkungan merupakan isu yang diusung dalam kampanye hitam untuk menyerang sawit Indonesia. Sebelumnya pada tahun 1980-an, minyak sawit juga diserang dengan isu kesehatan, yang mengatakan bahwa kandungan lemak jahat dalam minyak sawit cukup tinggi.

Jika pemerintah punya sikap tegas untuk tidak larut, Joko menilai sawit bisa menjadi satu-satunya produk yang membuat Indonesia tidak perlu tergantung pada Eropa. Bahkan, Indonesia sudah menjadi salah satu pemasok minyak sawit utama ke Eropa, dengan volume 3,5 juta ton per tahun.

Joko menambahkan, total produksi minyak sawit Indonesia pada 2013 mencapai 26 juta ton. Dari angka tersebut, 19 juta ton di antaranya untuk keperluan ekspor dengan nilai lebih dari US$ 19 miliar.

Menteri Perdagangan M. Lutfi mengakui produk sawit Indonesia beserta turunannya sering kali mendapatkan serangan kampanye hitam oleh Uni Eropa. Kondisi ini seringkali dihadapi karena Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia.

“Kita itu penghasil CPO (crude palm oil) dengan 27 juta ton dan terbesar di dunia, dan mendapatkan serangan sana sini. Di Eropa kita dituduh sawit adalah bagian produk yang tidak sustainable, bakar hutan, dan penyumbang emisi gas karbon 26%. Saya lihat ini hanya sebuah masalah kompetisi,” kata Lutfi di Jakarta.

Menurut Lutfi, bila dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan Uni Eropa, produk CPO Indonesia jauh lebih unggul.”Kalau diadu oleh reepseed itu kayak bermain bola.

Reepseed 2 lawan 5. Biarpun kiper mereka kelas dunia dengan pemain kelas dunia seperti Christian Vieri tentu kita dengan pemain PSSI yang menang. Hal yang sama juga dengan kedelai dengan perbandingan 1:8 kedelai, 1:11 sun flower (bunga matahari),” tuturnya.

Lutfi menegaskan, Indonesia tidak perlu takut dengan adanya serangan hitam Eropa atas sawit Indonesia. Ia berkeyakinan Indonesia akan menjadi raja produk CPO di dunia.”Jagung juga tidak bisa menang lawan sawit Indonesia. Kita setiap seminggu sekali berhadapan pengusaha sawit Indonesia dan kita tidak bisa dikalahkan. Kita akan menjadi pemenang di dunia untuk biodiesel dan minyak goreng. Janji,” tegas Lutfi.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Persaki (Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia) Petrus Gunarso menyinggung soal lemahnya penataan industri sawit. Dengan wilayah begitu besar, seharusnya Indonesia punya peta kajian tentang kesesuaian lahan agar tidak di semua tempat ditanami sawit. Di kawasan tertentu, komoditas lain seperti cokelat juga potensial dikembangkan.”Bahaya monoculture adalah, kalau ada pest and disease maka hama akan mendapat makanan yang berlimpah. Ingat zaman dahulu seluruh Jawa disuruh menanam lamtorogung. Begitu ada kutu loncat, mati semuanya. Ancaman ini berlaku juga kalau semua tanam sawit,” kata Petrus. (dtf)

sumber : http://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/03/29/87248/pengusaha_cium_kepentingan_besar_dalam_kampanye_hitam_sawit/#.UzojAFck1GE




0 Komentar :


Isi Komentar :
Nama :
Website :
Komentar
 
 (Masukkan 6 kode diatas)