DIREKTUR UTAMA PTPN V JATMIKO K. SANTOSA : “Mimpi Menjadi Perusahaan Kelas Dunia”

PEKANBARU – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V berencana initial public offering atau penawaran saham perdana pada 2020. Untuk mengetahui beragam upaya dan inovasi perseroan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga loyalitas para petani mitranya, Bisnis mewawancarai Direktur Utama PTPN V Jatmiko K. Santosa, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Bagaimana kondisi PTPN V saat ini?

Kami dapatkan persepsi, misalnya perusahaan merugi, produksi lebih rendah dari swasta. Tapi bicara PTPN V, ini salah satu PTPN yang beruntung. Munculnya persepsi tadi, katakanlah ada kecurangan, tidak efisien, SDM lemah, apabila ditarik ke bawah itu seperti puncak gunung es. Dalam apa? Bisnis proses tidak benar, bisnis model perlu review ulang, dan terakhir SDM-nya dan corporate culture.

PTPN V beruntung karena selama 1 dekade terakhir telah berjuang keras perbaiki diri. PTPN V pernah juga kesulitan bayar gaji. Manajemen sebelum saya sudah memulai perbaikan, lalu merencanakan dengan baik pengelolaan aset utama, yaitu tanaman sawit.

Sejak 3 tahun lalu, hampir tiap tahun kami tanam ulang 5.000 hektare, dan akan lanjut terus 2 tahun ke depan sehingga komposisi tanaman makin lama makin ideal. Dalam 2 tahun mendatang itu komposisi ideal kebun kelapa sawit.

Bagaimana pola produksi saat ini?

PTPN V ini sekitar 60% CPO (crude palm oil) itu dari buah kebun plasma dan pihak ketiga. Jadi tidak semua PTPN. Perusahaan sawit bisa lakukan itu. Ini butuh integritas dan profesionalisme. Sangat banyak ruang kecurangan-kecurangan, paling gampang saat sortasi buah, otomatis buah yang masuk kualitasnya jelek, produksi akan turun, lalu katakanlah teman-teman main di pembayaran ke petani, lambat, dan tidak percaya lagi ke PTPN V, larilah mereka.

Ini situasi memang risiko tinggi, tapi mengingat pengembangan lahan sawit akan kian sulit di Sumatra ini, ya kami harus mengembangkan pengolahan buah masyarakat, yang dulu 60% sekarang hanya 40%-50%. Ini menjadi ruang usaha yang dioptimalkan.

Sebagai bentuk keseriusan, kami sampai dirikan unit yang hampir setara direksi dengan tugas utama dealing with pihak ketiga untuk pembelian sawit dan mengelola plasma. Levelnya satu tingkat di atas divisi, atau setara executive vice president, di bawahnya ada kepala bagian yang khusus membeli buah sawit dan kelola plasma dari mitra.

Bagaimana Anda menjaga kepercayaan petani?

Kami tidak bisa bantah bahwa kehadiran PTPN V di petani dulu antara hadir dan tidak, banyak plasma tak mau lagi kerja sama karena manfaatnya tidak terlalu terasa. Oleh karena itu kami ingin kembalikan kepercayaan. Kami luncurkan program BUMN Sawit Rakyat bersama Bank Himbara, Bank Riau Kepri, BRI Agro, BPDP KS, dan dihadiri empat bupati, Menteri BUMN, dan Gubernur Riau. Ini menyatukan beberapa pihak berwenang soal tanam sawit ulang.

Kebun plasma sekarang ini mau kami jalankan seperti skema pembangunan ibu kota baru, yaitu KPBU atau kerja sama pemerintah dan badan usaha. Konsepnya? Alokasi risiko yang pas. Siapa yang punya otoritas dan tangani risiko itu karena dia bisa menjaga risiko. Kalau tidak menjalankan tugas, misal kalau pemda tidak berikan rekomtek , petani tidak bisa tanam ulang sawit, lalu kalau BPDPKS tidak berikan dana, risiko di petani. Kemudian kalau bank tidak mau berikan dana kredit tentu risiko petani lagi. Oleh karena itu, kami jadikan satu kelola di program BUMN Sawit Rakyat. Dengan ini, petani plasma yang menghadapi banyak institusi itu bisa disatukan penyelesaiannya dalam satu wadah.

Sistem avalis begitu?

Nah, khusus avalis, PTPN V ada inovasi lagi, yaitu avalis produksi. Selama ini hanya ada avalis keuangan, sifatnya talangan. Semua risiko di petani walaupun sering kebun plasma tidak mampu bayar, avalisnya yang kena. Saat sang mitra teknis tidak profesional, kan risiko petani, nanti hasil buahnya tidak maksimal. Kalau dengan kami, selama ikut pola PTPN V, produksi di bawah standar akan jadi kerugian PTPN V. Jadi kami sebut avalis produksi. Selama single management di kami, kalau produksi di bawah standar, risiko itu ada di kami, dan akan diganti rugi.

Produksi CPO kami itu bisa 5,68 ton per hektare. Nomor dua di atas semua PTPN. Saat ini yang tertinggi di PTPN III. Produktivitas PTPN di bawah swasta, enggak juga. Namun memang harus ada inovasi, karena biaya produksi kami lebih tinggi dari swasta. Ini step by step kan, engine-nya sudah diperbaiki, dan sekarang kami berupaya menurunkan biaya produksi.

Apa saja inovasi PTPN V?

Sekarang tidak macam-macam, hanya terus bersiap PTPN V di-revolusi industri 4.0. Ini sangat penting, tidak hanya soal reporting analisis tapi juga memperbaiki bottom line gunung es, yaitu kapasitas SDM jadi lebih baik. Itu yang kami jalankan bagaimana teknologi dapat membantu 11.000 karyawan, bisa efektif sehingga bisa kurangi biaya produksi. Ini sedang dijalankan.

Kemarin kami dengan IPB, LIPI, dan BPPT, sudah siapkan konsep PTPN V bagaimana mengurangi biaya dan secara paralel ciptakan value. Kalau operasi excellent, otomatis biaya turun. Saat ini kami satu-satunya kebun yang sudah ISPO dan ISCC, yaitu sertifikasi dengan grade lebih tinggi dari RSPO. Targetnya dalam 2 tahun mendatang semua kebun sudah ISCC. Tidak hanya kebun inti, nanti juga plasma itu minimal ISPO yang mandatori.

Apa upaya PTPN V meningkatkan produksi?

Pada 2019, produksi CPO sudah 528.000 ton, yang merupakan kombinasi inti dan plasma. Target 2020 naik. Di komoditas ini, harga dipengaruhi eksternal, karena itu kami fokus yang terkendali, misalnya bagaimana menciptakan laba usaha, yang berikan profit.

Untuk itu ada satu lagi usaha akan kami kembangkan sekaligus membantu petani menanam ulang sawit, supaya dapat bibit yang baik, bersama PPKS . Nanti siapapun petani yang ingin bibit bagus bisa datang ke kami.

Artinya kami perhatikan di lapangan. Ini kan, bibit sawit bagus sulit didapat, mereka petani enggak tahu, makanya kami hitung dan siapkan kontribusi bagi petani. Memang usahanya bukan sukarela tapi bentuk keseimbangan antara memberikan manfaat dan mempertahankan keuntungan bagi PTPN V.

Bagaimana rencana IPO?

Rencana IPO memang betul, karena sawit ini bisnis kebun jangka panjang. Kalau semata berharap dari konvensional, misal pembiayaan bank, obligasi, nafas bisnisnya terbatas. Padahal sawit setelah tahun ketiga itu ada baby sickness-nya.

Sekarang ini cukup memang investasi kami, tapi tidak akan buat PTPN V terbang, hanya bisa maintain bisnis capacity yang sekarang. Kami perlu suntikan lagi supaya PTPN V lebih cepat quantum leap, karena itu kami ajak masyarakat invest di PTPN V lewat IPO.

Lewat cara itu kami hanya perlu bagi dividen tanpa bunga seperti bank. Persiapan sudah berjalan, semua kajian dijalankan, ini lagi proses penunjang. Insya Allah tahun depan kuartal kedua, ketiga, atau keempat. Yang jelas bukan kuartal pertama, dan tetap melihat kondisi pasar modal dan harga komoditas.

Besaran saham yang kami akan jual nanti jumlahnya sesuai norma umum saja karena ini otomatis kebijakan pemegang saham, kami tidak bisa putuskan sendiri. Kalau IPO biasa kan 30%. Setelah itu nanti 1—2 tahun right issue, kenapa tidak.

Dana hasil IPO akan diinvestasikan ke mana?

Sementara ini kami harus diskusikan ke pemegang saham karena rencana IPO ini tidak hanya untuk PTPN V, tapi juga holding keseluruhan. Apakah nanti akan ada porsi diambil holding PTPN atau sebagian difokuskan ke PTPN V. Intinya dua sisi nanti, baik off farm maupun on-farm. Dana nanti diarahkan ke sana.

PTPN V ke mana puncaknya?

Mimpi kami satu, karena sawit Indonesia kan the biggest in the world. Saat mampu beroperasi excellent di Indonesia saja jelas akan menjadi perusahaan kelas dunia. Bagaimana pengembang teknologi ciptakan value innovation, dari penurunan biaya dan additional value, seperti konsep blue ocean strategy.

Sumber: https://koran.bisnis.com/read/20191227/436/1184787/direktur-utama-ptpn-v-jatmiko-k-santosa-mimpi-menjadi-perusahaan-kelas-dunia