Para Produsen Sawit Lakukan Dialog Dengan Uni Eropa

BRUSSELS – Pada tangga 8-9 April 2019 lalau negara-negara penghasil minyak sawit yang tergabung dalam Dewan Negara-Negera Produsen Minyak Sawit (CPOPC) mengunjungi Uni Eropa. Misi gabungan ini dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Darmin Nasution, sementara pihak Malaysia diwakili Sekretaris Jenderal untuk Kementerian Industri Primer Malaysia, Dato ’Dr. Tan Yew Chong. Lantas, Kolombia, bertindak sebagai negara pengamat, diwakili oleh Felipe Garcia Echeverri, sekaligus adalah Duta Besar Kolombia untuk Kerajaan Belgia dan Kepala Misi Kolombia untuk Uni Eropa.

Dalam keterangan resmi diterimaSelasa (9/4/2019), misi ini merupakan tindak lanjut dari keputusan yang disepakati dari Pertemuan Tingkat Menteri ke-6 CPOPC yang diadakan pada tanggal 28 Februari 2019 di Jakarta, Indonesia untuk memberikan tantangan yang kuat terhadap kebijakan tentang Petunjuk Tambahan 2018/2001 dari Uni Eropa Renewable Energy Directive II ( Delegated Act) dan terlibat dalam dialog dengan para pemimpin Uni Eropa untuk mengungkapkan keprihatinan negara produsen minyak sawit. Pertemuan itu sepakat untuk bersama-sama membahas langkah-langkah diskriminatif yang timbul dari Undang-undang yang Didelegasikan dengan otoritas Uni Eropa.

Para anggota negara produsen sawit yang tergabung CPOPC melihat Undang-undang yang diusulkan tersebut sebagai kompromi politik di Uni Eropa yang bertujuan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan yang diamanatkan, demi menguntungkan minyak nabati lain yang kurang kompetitif. Pihak negara produsen sawit menilai regulasi yang diusulkan ini adalah guna membatasi dan secara efektif melarang semua biofuel minyak sawit di Uni Eropa melalui penggunaan konsep cacat ilmiah dari Perubahan Penggunaan Lahan Tidak Langsung (ILUC).

Penggunaan kriteria tersebut tidak berdasar sebagai rujukan dalam Delegated Act, yang dengan sengaja menilai minyak kelapa sawit penyebab deforestasi, namun tidak membuat upaya memasukkan masalah lingkungan yang lebih luas untuk budidaya minyak nabati lainnya seperti termasuk rapeseed.

Lebih lanjut, Undang-undang yang diusulkan dipandang pihak CPOPC sebagai instrumen unilateral yang ditujukan terhadap produsen minyak kelapa sawit sehingga menghambat pencapaian pengentasan kemiskinan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs).

“Kami sangat menentang Delegated Act, yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai tidak berkelanjutan karena ‘ILUC berisiko tinggi’. CPOPC berpendapat bahwa UE menggunakan Undang-undang Delegasi ini untuk menghapus dan memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan Uni Eropa untuk mempromosikan minyak nabati yang ditanam sendiri di Uni Eropa. CPOPC telah dengan kuat menyuarakan keprihatinan bahwa asumsi-asumsi ini didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan diskriminatif secara ilmiah,” catat Darmin selaku pimpinan Delegasi.

Klaim yang dibuat oleh Komisi Uni Eropa bahwa Undang-undang yang Didelegasikan didasarkan pada alasan ilmiah dan lingkungan tidak sesuai. Contohnya, minyak kedelai dari sumber selektif telah dikategorikan sebagai ILUC risiko rendah, meskipun penelitian internal Uni Eropa menyimpulkan bahwa kedelai bertanggung jawab untuk jauh lebih banyak terhadap deforestasi.

Ini mempertanyakan seluruh Undang-undang yang Didelegasikan dan probabilitas bahwa proteksionisme politik dan ekonomi daripada keputusan berbasis ilmu pengetahuan adalah pendorong sejati dari Undang-undang yang Didelegasikan ini. CPOPC memandang ini sebagai strategi ekonomi dan politik yang dihitung dan merugikan untuk menghilangkan minyak kelapa sawit dari pasar UE.

“Selama Misi ini, kami akan menyampaikan kekhawatiran Pemerintah kami kepada para pemimpin dan otoritas Uni Eropa dan membuka jalan bagi solusi yang dapat diterima untuk semua pihak yang terkait,” tandas Darmin.

Sumber : https://www.infosawit.com/news/8927/para-produsen-sawit-lakukan-dialog-dengan-uni-eropa