Prediksi Peningkatan Permintaan Angkat Harga CPO Pekan Lalu

 

Jakarta, – Selama sepekan (18-22/3/2019) harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Derivatives Exchange menguat 4,84% secara point-to-point.

Pada perdagangan Jumat (22/3/2019), harga CPO acuan kontrak Juni ditutup pada posisi MYR 2.167/ton (US$ 533,48/ton), atau sedikit terpangkas 0,23%. Pelemahan hara CPO pada akhir pekan diyakini lebih karena faktor teknikal.

Namun demikian, sejatinya dorongan dari sisi fundamental kembali menggiring optimisme pelaku pasar yang akhirnya menarik harga ke atas.

Pada awal pekan, beberapa pelaku industri mengatakan bahwa permintaan minyak sawit dari India berpotensi naik akibat harga minyak sawit yang kian kompetitif.

“Impor minyak sawit akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Pada level harga yang sekarang, [harga minyak sawit] sangat kompetitif dibanding minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari,” ujar Govindbhai Patel, direktur manajer G.G. Patel & Nikhil Research Company, mengutip Reuters.

Patel juga menambahkan bahwa impor minyak sawit India pada tahun panen 2018/2019 yang dimulai pada November diprediksi melonjak hingga 10,3% YoY menjadi 9,6 juta ton.

Selain itu, musim dingin di India yang sudah hampir berakhir juga akan meningkatkan permintaan akan minyak sawit.

Pasalnya, saat musim dingin, rumah tangga cenderung enggan menggunakan minyak goreng tropis karena mudah membeku.

“Musim dingin hampir berakhir. Mengingat sawit lebih murah dan suhu meningkat, usaha penyulingan akan meningkatkan impor,” ujar B.V. Metha, direktur eksekutif Solvent Extractors Association of India (SEA).

Tak hanya itu, pada hari Rabu (20/3/2019), surveyor kargo Societe Generale de Surveillance (SGS), mengatakan bahwa ekspor produk minyak sawit Malaysia pada periode 1-20 Maret mencapai 925,4 ribu ton naik 0,8% dari periode yang sama bulan Februari yang sebesar 918 ribu ton.

Tapi sesungguhnya optimisme ini masih perlu diwaspadai karena belum ada bukti-bukti kuat yang mendukung hal tersebut.

Pelaku pasar masih menantikan rilis data ekspor resmi yang akan diumumkan oleh otoritas berwenang, Malaysia Palm Oil Board (MPOB).

Bila benar permintaan bisa terangkat, maka boleh jadi harganya akan semakin meroket. Namun berlaku pula sebaliknya.

Meski demikian, ancaman penurunan permintaan dari Uni Eropa kembali mencuat pasca Komisi Eropa mencanangkan minyak sawit sebagai produk yang tak berkelanjutan.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Komisi Eropa tengah melakukan uji coba peraturan yang akan membatasi penggunaan bahan yang tak berkelanjutan sebagai campuran biodiesel.

Peraturan baru tersebut akan secara bertahap mengurangi penggunaan bahan tak berkelanjutan untuk biodiesel mulai tahun 2020, sampai akhirnya habis sama sekali pada tahun 2030.

Tentu saja ini akan mengancam permintaan minyak sawit dari Uni Eropa. Pasalnya sejumlah aturan mewajibkan proses sertifikasi jika ingin menggunakan sawit sebagai bahan baku biodiesel.

Dengan adanya proses sertifikasi, artinya penghalang impor minyak sawit akan bertambah. Importir akan cenderung mencari alternatif yang lebih mudah.

“Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit,” kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. “importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko.”

Mengingat Uni Eropa merupakan importir minyak sawit terbesar ke-2 di dunia, hanya kalah dari India, maka akan berpengaruh secara signifikan pada keseimbangan fundamental di pasar minyak nabati global.

Dengan begini, harga CPO masih cukup rentan terkena koreksi di kemudian hari.

sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20190324183411-17-62594/prediksi-peningkatan-permintaan-angkat-harga-cpo-pekan-lalu