Studi IUCN: Sawit Lebih Efisien Gunakan Lahan Dibandingkan Kedelai Dan Bunga Matahari

JAKARTA – Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah merampungkan analisis obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global, serta menawarkan solusi untuk pelestarian lingkungan. Hasil studi menyimpulkan bahwa komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan kelapa sawit.

“Dengan menolak kelapa sawit, kita akan membutuhkan lahan lebih luas dibandingkan memakai minyak nabati lain seperti kedelai dan bunga matahari,” kata Erik Meijaard, Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN, dalam jumpa pers di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (4 Februari 2019).

Hal ini diungkap oleh Erik Meijaard, Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN saat menyerahkan hasil studinya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Senin (4/2). Hadir dalam jumpa pers ini yaitu Mahendra Siregar (CPOPC) dan Joko Supriyono (Ketua Umum GAPKI).

Menko Darmin pun menyambut baik hasil studi yang telah dilakukan oleh IUCN. Karena di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, utamanya di Indonesia, fakta berbasis ilmiah seperti ini sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada publik, terkait pengembangan kelapa sawit di Indonesia.

Pada 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35% dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, RRT dan Indonesia. Adapun proporsi penggunaannya adalah 75% untuk industri pangan dan 25% untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel.

Joko Supriyono menyebutkan bahwa studi ini penting bagi tambahan referensi supaya banyak pihak mendapatkan pemahaman lebih baik karena selama ini kelapa sawit dikaitkan deforestasi dan land use change.

“Studi ini akan membantu kesadaran publik bahwa tuduhan (deforestasi) itu tidak benar,” ujar Joko.

Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI berdiskusi dengan Menko Perekonomian, Darmin Nasution, Kepala Satgas IUCN, Eric Meijaard, dan Mahendra Siregar (Direktur CPOPC).

Temuan lain dalam studi antara lain menunjukkan, keanekaragaman hayati di hutan hujan tropis diisi sekitar 193 spesies yang langka, seperti orangutan, siamang, gajah serta harimau.

Pemerintah Indonesia pun sudah mengalokasikan habitat bagi flora dan fauna tersebut. Jenis habitatnya berupa taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan lindung lainnya dengan luasan hutan konservasi sebesar 22,1 juta ha dan hutan lindung seluas 29,7 juta ha.

“Fungsi dari berbagai jenis habitat hutan inilah yang mesti dioptimalkan,” pesan Darmin.

Menko Darmin lantas berpesan agar hal ini dilanjutkan oleh studi-studi lanjutan guna mendapatkan data dan informasi yang objektif berbasis ilmiah terkait komoditas kelapa sawit. Studi ini hendaknya tetap menggunakan pendekatan target-target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), sebagai kerangka pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati secara global.

Turut hadir dalam acara ini antara lain Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Muhammad Fachir, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Mahendra Siregar, perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, serta perwakilan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/GAPKI.

sumber : https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/berita-terbaru/studi-iucn-sawit-lebih-efisien-gunakan-lahan-dibandingkan-kedelai-dan-bunga-matahari/