Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia

Jakarta: Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan bahwa dampak kelapa sawit terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati lebih baik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena sawit membutuhkan lahan yang lebih sedikit.

Namun, pemerintah juga seharusnya memperhatikan studi yang menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit bertanggung jawab atas perusakan besar-besaran hutan alam yang masih baik, yang merupakan rumah bagi Harimau, Orangutan, dan Gajah Sumatera, spesies-spesies terancam yang masuk dalam Daftar Merah IUCN. Di Kalimantan saja, 50 persen deforestasi antara 2005-2015 dipicu oleh kelapa sawit.

Pemerintah juga harus menghentikan deforestasi dan mencegah ekspansi perkebunan kelapa sawit ke area hutan yang masih baik karena akan menghancurkan keanekaragaman hayati.

Pemerintah juga harus menjunjung tinggi dan meningkatkan standar keberlanjutan kelapa sawit versi pemerintah, termasuk dengan menjalankan sistem penelusuran dan pelacakan dalam rantai pasok minyak sawit dan mengimplementasikan sistem monitoring, pelaporan dan verifikasi hutan/deforestasi yang kuat. “Kami tidak menyangkal bahwa kelapa sawit adalah salah satu tanaman yang paling efisien dalam hal luas lahan yang dibutuhkan. Yang menjadi masalah adalah dalam sejarahnya, minyak kelapa sawit diproduksi dengan membabat hutan, termasuk jutaan hektare hutan di lahan gambut yang sangat kaya akan karbon. Selain itu, ada permasalahan lain berupa metode produksi yang tidak efisien dan mencemari lingkungan, misalnya akibat penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar,” ujar Direktur Eksekutif Sawit Watch Indah Fatinaware, dari jaringan masyarakat sipil pemerhati sawit di Indonesia dalam keterangannya, Minggu, 10 Februari 2019.

Dia menegaskan tak ada yang menyerukan pelarangan kelapa sawit. Kelapa sawit bisa baik untuk Indonesia jika dilakukan perbaikan menyeluruh dalam tata kelola hutan dan jika keberlanjutan produksinya betul-betul dapat diverifikasi. Dia meminta pemerintah tak semata mementingkan pendapatan negara tetapi juga mengutamakan perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia.

Di dalam negeri sendiri, langkah pemerintah untuk mempromosikan penggunaan biofuel dari minyak sawit untuk konsumsi domestik serta peningkatan permintaan yang diakibatkannya berisiko meningkatkan deforestasi hingga mencapai titik tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pemerintah memang telah mengambil langkah-langkah positif untuk memperbaiki tata kelola hutan, di antaranya moratorium penerbitan izin baru, moratorium sawit, dan restorasi gambut. Namun, implementasi berbagai kebijakan tersebut masih harus diperkuat karena masih meloloskan area hutan yang masih baik untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit seperti dalam kasus pelepasan kawasan hutan untuk PT Hardaya Inti Plantation di Buol, Sulawesi Tengah, baru-baru ini.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya menegaskan bahwa sangat penting bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola hutan dan perkebunan secara mendasar dan meningkatkan keberlanjutan produksi kelapa sawit.

Hal ini bisa dimulai dengan memperkuat implementasi moratorium sawit, memperkuat ISPO dan memprioritaskan dana BPDPKS untuk mendukung petani kecil untuk menjalankan praktik terbaik.

“Semuanya ini agar betul-betul dapat diverifikasi bahwa minyak sawit Indonesia dihasilkan secara berkelanjutan,” tutup dia.

 

Sumber : https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/Rb13wY3K-menata-masa-depan-kelapa-sawit-indonesia