Legislator Dorong Standardisasi Harga Karet

Anggota Komisi IV DPR RI Susi Syahdona Marleny Bachsin menilai perlu ada harga standar bagi komoditas karet yang selama ini mengalami penurunan yang siginifikan, sehingga merugikan petani karet yang mengandalkan hasil jual karet sebagai penghasilan. Selain itu, dengan adanya harga standar karet, maka petani akan lebih nyaman dengan harga-harga karet yang ada tersebut. Ia pun mendorong adanya standardisasi harga karet.

“Memang pada tahun 2016 lalu, harga karet sempat tinggi. Kemudian terus mengalami penurunan hingga sampai saat ini mencapai Rp 5.500 hingga Rp 6.000. Hal inilah yang membuat petani mengalami kerisauan,” ungkap Dona saat pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IV DPR RI dengan Masyarakat Desa Surau, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng), Provinsi Bengkulu, baru-baru ini.

Penurunan harga komoditas karet dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama bagi masyarakat yang mata pencahariannya hanya mengdandalkan hasil dari menyadap karet. Hal ini, tentu harus menjadi perhatian serius pemerintah, agar masyarakat tidak terlalu terkena dampaknya akibat penurunan harga komoditas karet tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IV DPR RI Oo Sutisna mengusulkan agar harga karet bisa diatur seperti harga beras dan harga jagung yang memiliki Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga nantinya harga karet akan bisa disesuaikan seperti harga-harga komoditas beras dan jagung yang menggunakan HET.

“Beras dan jagung kan ada HET-nya, karet yang merupakan hasil perkebunan juga harus memiliki HET. Kita tidak ingin petani karet terus mengalami penurunan harga karet yang signifikan. Negara ini harus bertanggung jawab, kan tugas negera melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Perkebunan juga wajib ada HET-nya untuk melindungi rakyatnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Oo Sutisna menegaskan bahwa HET ini harus menjadi pemikiran bersama dan harus didiskusikan bersama. HET ini bisa pada penekanan pada industri sehingga tidak terlalu jatuh atauh ada subsisdi dari negara.

Dari hasil data Riset Perkebunan Nusantara, menunjukkan bahwa produksi karet di Indonesia saat ini tercatat sebesar 3,2 juta ton per tahun. Namun, dari jumlah tersebut, yang bisa diserap di dalam negeri hanya 18 persen dan sisanya untuk keperluan ekspor. Penurunan harga karet ini juga dirasakan oleh berapa negara yang memiliki perkebunan karet.

Sebagaimana data Tokyo Commodity Exchange (Tocom), harga latar level 206,80 yen per kilogram (kg) pada 4 Januari 2018 lalu. Pada November, harga karet tenggelam hingga 155,2 yen per kilogram (kg) pada 26 November 2018. Sedangkan pada 11 Januari 2019, harga karet ada di angka 183,2 yen per kg.

 

Sumber : http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/23905/t/Legislator+Dorong+Standardisasi+Harga+Karet