Kalsel Dorong Pengembangan Industri Kelapa Sawit

PEMERINTAH Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terus mendorong pengembangan industri kelapa sawit di wilayah tersebut. Luas perkebunan kelapa sawit di Kalsel mencapai 423 ribu hektare dengan hampir 20% merupakan perkebunan rakyat.

“Industri kelapa sawit memiliki kontribusi besar bagi devisa Kalsel setelah sektor pertambangan. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” kata Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, di sela-sela kegiatan sosialisasi dan klinik sertifikat pembangunan kelapa sawit berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil /ISPO), Selasa (19/2).

Menurutnya, sektor pertanian dan perkebunan menjadi prioritas pembangunan Pemprov Kalsel. Data Dinas Perkebunan Kalsel mencatat luas perkebunan kelapa sawit di wilayah ini mencapai 423 ribu hektare. Luas perkebunan sawit perusahaan atau swasta 74%, BUMN 5,7%, dan sisanya hampir 20% adalah perkebunan rakyat.

“Perkebunan sawit yang luas ini harus mampu dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,” tutur gubernur yang berjanji akan terus mendorong industri sawit agar berdaya saing dan berkelanjutan.

Ketua GAPKI Kalsel Totok Dewanto menyebut sertifikasi ISPO merupakan kewajiban bagi perusahaan perkebunan sawit untuk dimiliki. ISPO merupakan wujud kepedulian dan kepatuhan perusahaan perkebunan sawit terhadap pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan, baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Saat ini, dari 49 anggota GAPKI Kalsel, baru 21 perusahaan yang memiliki sertifikat ISPO. Namun, pengembangan industri kelapa sawit ini mendapat pertentangan dari organisasi lingkungan di Kalsel.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, Rabu (20/2), saat diskusi bersama komunitas jurnalis lingkungan Pena Hijau Indonesia, menegaskan ekspansi sawit justru lebih banyak memberi dampak negatif bagi masyarakat. Walhi mencatat konflik perusahaan perkebunan sawit dengan rakyat masih terjadi dan banyak yang tidak terselesaikan.

“Konflik yang terjadi berupa perampasan lahan, ketimpangan kepemilikan lahan, juga dampak lingkungan perusahaan monokultur skala besar dan pencemaran,” ujarnya.

Ekspansi sawit juga menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Hilangnya lahan pangan dan ruang hidup rakyat oleh perusahaan sawit seperti tanaman pangan lokal khas rawa Gumbili Nagara, Kacang Nagara, lahan pertanian rawa dan terancamnya ekosistem rawa gambut.

Saat ini, Walhi mencatat 50 % wilayah Kalsel sudah dibebani izin tambang (33 %) dan sawit (17 %). Seluas 399.000 hektare atau 41% dari 984.791 hektare kawasan hutan telah diluasai izin tambang. Sebagian areal sawit di Kalsel menduduki areal gambut yang mengancam kelestarian ekosistem rawa gambut.

 

Sumber : http://mediaindonesia.com/read/detail/218033-kalsel-dorong-pengembangan-industri-kelapa-sawit