Analis: Emiten Sawit Dipayungi Sentimen Positif Tahun Ini

Pangkalan Bun – Tahun ini saham-saham emiten perkebunan kelapa sawit diperkirakan masih akan dipengaruhi sejumlah sentimen positif.

“Peluang penguatan harga minyak kelapa sawit pada kuartal pertama tahun ini seiring dengan penurunan bea masuk ke India akan menjadi salah satu sentimen positif,” kata analis Samuel Sekuritas, Sharlita Malik, dalam risetnya pekan ini.

Sebagai informasi, per Januari 2019 Pemerintah India memutuskan menurunkan bea masuk bagi minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dari negara-negara Asean, termasuk Indonesia, sebesar 400 bps menjadi 40% dan Refined Palm Oil sebesar 900 bps menjadi 50%, terkecuali bagi Malaysia yang hanya diturunkan 45%.

 

Penurunan bea masuk ini tentu berpeluang membuat harga minyak kelapa sawit menjadi lebih murah dan meningkatkan permintaan India yang selama ini menjadi importir terbesar minyak kelapa sawit dunia.

Sharlita menilai, implementasi program Biodiesel B-20 berjalan dengan baik. Hal tersebut bisa dilihat dari penyerapan Biodiesel B20 yang mencapai 6 juta kiloliter atau meningkat 76% yoy dan rencana pemerintah menambah dua floating storage di Balikpapan. Hal ini diperkirakan berdampak pada realisasi Biodiesel B20 mencapai 96% di kuartal pertama tahun ini.

“Kami estimasi konsumsi Biodiesel B20 mencapai 6,2 juta kiloliter atau naik 3% yoy. Potensi ini belum memfaktorkan rencana penggunaan green gasoline, green diesel, dan avtur di Indonesia,” papar dia.

Kemudian melemahnya pasokan berpotensi berlanjut hingga 2020 karena pengaruh El Nino yang berpeluang terjadi sekitar 75% hingga 80% di paruh kedua tahun ini. Melemahnya pasokan tentu akan mengerek harga minyak kelapa sawit.

“Tahun ini, pertumbuhan produksi CPO diproyeksi akan moderat jika dibandingkan dengan 2016 yang tumbuh 10% yoy. Pasokan dari Indonesia dan Malaysia berpeluang melemah 7,6% menjadi 13 juta ton atau sejalan dengan pelemahan yield,” ujarnya.

Kemudian ketergantungan global akan minyak kelapa sawit cenderung meningkat seiring dengan produksi kedelai yang melambat. Hal itu terlihat dari permintaan China yang menguat pada tahun lalu sebesar 17% dan stabilnya permintaan India.

“Secara historis, permintaan minyak kelapa sawit di kuartal pertama 2019 sebesar 19 juta ton, menurunnya produksi di 2019 berpeluang menciptakan defisit sebesar 2 juta ton. Namun, kebijakan RED II berpeluang mengurangi permintaan di Eropa yang nantinya akan dikompensasikan dengan meningkatnya permintaan dalam negeri dan kemungkinan dari China,” tutur Sharlita.

Sharlita menambahkan, saham-saham emiten kelapa sawit punya bobot lebih besar atau overweight pasa 2019 karena adanya peluang penguatan harga minyak kelapa sawit sebesar 11% yoy ke level 2.250 ringgit Malaysia per metrik ton, yang didukung oleh peningkatan volume penjualan dengan persentase sama.

 

Sumber : https://www.borneonews.co.id/berita/116848-analis-emiten-sawit-dipayungi-sentimen-positif-tahun-ini